Cara Cetak Ulang Registrasi EPUPNS 2015

Cetak Ulang Registrasi EPUPNS 2015. Saat registrasi EPUPNS teman saya kebetulan koneksi internet loading lama dan akhirnya tidak bisa cetak registrasi EPUPNS. Sistem Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil Elektronik (e-PUPNS) berfungsi sebagai perangkat dalam mendukung kegiatan pendataan ulang PNS, sistem ini juga berfungsi sebagai sarana untuk membangun komunikasi antar semua pihak yang terkait dalam proses pendataan ulang PNS baik Instansi Pusat maupun Daerah.

Setelah cari-cari cara akhirnya ditemukan caranya Cetak Ulang Registrasi EPUPNS 2015 sebagai berikut :
    UPDATE CARA CETAK REGISTRASI EPUPNS TERBARU
    1. Kunjungi alamat http://epupns.bkn.go.id/login.
    2. Klik menu Cetak Ulang Kode Register. (dibawah tombol login)
    3. Tampil isian NIP. Masukkan NIP anda. 
    4. Tampil pertanyaan rahasia. Masukkan jawaban anda.
    5.  Tampil form seperti berikut :
    6. Tampil form berisi No. Registrasi, tombol Cetak dan Cetak Formulir
    7. Klik Cetak
    8. Tampil file PDF bukti registrasi EPUPNS.
    9. Pilih tombol print untuk cetak bukti registrasi EPUPNS.
    10. Jangan lupa untuk menyimpan file PDF bukti registrasi ini, jaga-jaga jika suatu saat nanti dibutuhkan kembali. Cara menyimpan dapat dilihat di Menyimpan Bukti Registrasi EPUPNS 2015.
    11. Sekian.
    CARA LAMA CETAK REGISTRASI EPUPNS
    1. Kunjungi alamat http://epupns.bkn.go.id/login.
    2. Klik menu Lupa No. Registrasi.
    3. Tampil form isian NIP Baru, isikan NIP anda (18 digit).
    4. Klik OK.
    5. Tampil form isian pertanyaan rahasia, isikan jawaban anda.
    6. Klik tombol OK.
    7. Tampil form seperti berikut :
    8. Tampil form berisi No. Registrasi, tombol Cetak dan Cetak Formulir
    9. Klik Cetak
    10. Tampil file PDF bukti registrasi EPUPNS.
    11. Pilih tombol print untuk cetak bukti registrasi EPUPNS.
    12. Jangan lupa untuk menyimpan file PDF bukti registrasi ini, jaga-jaga jika suatu saat nanti dibutuhkan kembali.
    13. Sekian.

    Kode ICD Tindakan Tampon Bellocque


    Tindakan Tampon Bellocque dilakukan pada kasus epistaksi (mimisan) dimana sumber perdarahan berasal dari bagian posterior. Epistaksis adalah terjadinya perdarahan dari plexus venosus dalam cavum nasi.

    Tampon Bellocque merupakan tindakan untuk mengatasi perdarahan pada kasus epistaxis, jadi dalam ICD 9-CM dikategorikan dalam Control of epistaxis.


    Berikut ini merupakan kode ICD9-CM dari control of epistaxis :

    21.0 Control of epistaxis
            21.00 Control of epistaxis, not otherwise specified
            21.01 Control of epistaxis by anterior nasal packing
            21.02 Control of epistaxis by posterior (and anterior) packing
            21.03 Control of epistaxis by cauterization (and packing)
            21.04 Control of epistaxis by ligation of ethmoidal arteries
            21.05 Control of epistaxis by (transantral) ligation of the maxillary artery
            21.06 Control of epistaxis by ligation of the external carotid artery
            21.07 Control of epistaxis by excision of nasal mucosa and skin grafting of septum and lateral nasal wall
            21.09 Control of epistaxis by other means

    Catatan istilah dalam kategori Control of epistaxis :
    Anterior : anatomi yang berarti struktur bagian depan.
    Posterior : anatomi yang berarti struktur bagian belakang.
    Ligasi : mengikat bersama-sama atau menyatukan. Contoh ligasi pembuluh darah (arteri) untuk menghentikan perdarahan.
    Tulang ethmoid (bahasa Yunani ethmos = Saringan) : tulang di tengkorak yang memisahkan rongga hidung dari otak. Ethmoid terdapat tiga bagian : cribriform piring, ethmodial labirin dan lempeng tegak lurus.
    Skin grafting : cangkok lapisan epiermis kulit yang dapat dipindahkan secara bebas.
    Cauterization : tindakan laser atau listrik yang digunakan untuk membakar dan memperlakukan daerah pada tubuh yang terkena sehingga dapat dihapus.
    Excision : operasi pembedahan pengangkatan jaringan.

    Sekian. Semoga Bermangfangat.

    Besaran Klaim BPJS Kesehatan Persalinan SC


    Ketentuan klaim BPJS Kesehatan yang terkait persalinan dengan Sectio Caesarean (SC) mengacu pada peraturan PERMENKES No. 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs)  sebagai berikut :

    Sesuai dengan kaidah koding dalam ICD 10 kode O80-O84 digunakan sebagai diagnosis sekunder jika ada penyulit dalam persalinan, kecuali jika penyulitnya kode O42.0 dan O42.1 maka O80-O84 digunakan sebagai diagnosis utama.

    Pasien seksio sesar dalam satu episode rawat dilakukan tindakan sterilisasi maka kode tindakan sterilisasi tidak perlu diinput ke dalam aplikasi INA-CBGs.

    Persalinan normal maupun tidak normal tidak diperbolehkan menginput high risk pregnancy (Z35.5, Z35.6, Z35.7, dan Z35.8) ke dalam aplikasi INA-CBGs.

    Dalam ketentuan untuk klaim persalinan SC memang ada kekhususan karena ada aturan jika dalam persalinan ada penyulit maka diagnosis utamanya adalah penyulit tersebut. Sehingga besaran klaim persalinan SC tergantung diagnosa utama yang merupakan penyulit dalam persalinannya.

    Namun sebagai gambaran besaran klaim persalinan SC dapat dilihat dalam contoh berikut yang merupakan hasil besaran klaim persalinan SC pada tipe rumah sakit tipe C pada Regional I yang berdasarkan PERMENKES No. 59 tahun 2014 tantang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

    Contoh 1 :
    Klaim Level I W-4-16-I GANGGUAN ANTEPARTUM RINGAN
    Kelas 3 Rp. 2.085.300
    Kelas 2 Rp. 2.502.400
    Kelas 1 Rp. 2.919.500

    Klaim Level II W-4-16-II GANGGUAN ANTEPARTUM SEDANG
    Kelas 3 Rp 2,788,700
    Kelas 2 Rp 3,346,400
    Kelas 1 Rp 3,904,100

    Klaim Level III W-4-16-III GANGGUAN ANTEPARTUM BERAT
    Kelas 3 Rp 3,779,600
    Kelas 2 Rp 4,535,500
    Kelas 1 Rp. 5,291,400

    Contoh 2 :
    Klaim Level I O-6-12-I PROSEDUR PERSALINAN VAGINAL DENGAN PROSEDUR SELAIN STERILISASI &/ DILATASI & KURET RINGAN
    Kelas 3 Rp 1,925,400
    Kelas 2 Rp 2,310,500
    Kelas 1 Rp 2,695,600

    Klaim Level II O-6-12-II PROSEDUR PERSALINAN VAGINAL DENGAN PROSEDUR SELAIN STERILISASI &/ DILATASI & KURET SEDANG
    Kelas 3 Rp 2,312,400
    Kelas 2 Rp 2,774,900
    Kelas 1 Rp 3,237,400

    Klaim Level III O-6-12-III PROSEDUR PERSALINAN VAGINAL DENGAN PROSEDUR SELAIN STERILISASI &/ DILATASI & KURET BERAT
    Kelas 3 Rp 3,019,500
    Kelas 2 Rp 3,623,400
    Kelas 1 Rp 4,227,300

    Contoh 3 :
    Klaim Level I  O-6-10-I PROSEDUR OPERASI PEMBEDAHAN CAESAR RINGAN
    Kelas 3 Rp. 4.022.100
    Kelas 2 Rp. 4.826.600
    Kelas 1 Rp. 5.631.000

    Klaim Level II O-6-10-II PROSEDUR OPERASI PEMBEDAHAN CAESAR SEDANG
    Kelas 3 Rp. 4.438.400
    Kelas 2 Rp. 5.326.100
    Kelas 1 Rp. 6.213.800

    Klaim Level III O-6-10-III PROSEDUR OPERASI PEMBEDAHAN CAESAR BERAT
    Kelas 3 Rp. 4.655.200
    Kelas 2 Rp. 5.586.200
    Kelas 1 Rp. 6.517.300

    Contoh diatas merupakan sebagai gambaran klaim persalinan SC pada Tipe Rumah Sakit kelas C Regional I. Pengelompokan contoh klaim persalinan SC diatas tergantung kombinasi apa diagnosis utama dan diagnosis sekundernya.

    Dan sebagai perhatian pada contoh 1 dan contoh 2 walaupun dalam deskripsi tidak tertera deskripsi prosedur operasi pembedahan caesar namun klaim persalinan SC dapat mungkin masuk dalam kategori tersebut karena tergantung apa penyulit persalinannya yang digunakan sebagai diagnosis utama.

    Deskripsi Contoh 1
    W-4-16-I GANGGUAN ANTEPARTUM RINGAN

    Deskripsi Contoh 2 
    O-6-12-I PROSEDUR PERSALINAN VAGINAL DENGAN PROSEDUR SELAIN STERILISASI &/ DILATASI & KURET RINGAN

    Berapa besaran klaim persalianan SC pastinya tergantung tipe rumah sakit, regional daerah, kelas, diagnosis utama dan diagnosis sekunder. Kedepannya pastilah ada update tarif klaim BPJS Kesehatan, sehingga persalinan SC akan menghasilkan grouping yang sama dengan deskripsi PROSEDUR OPERASI PEMBEDAHAN CAESAR.

    Sebagai saran kepada anda yang akan melakukan persalinan SC untuk mengetahui berapa besaran klaim bisa menghubungi bagian klaim BPJS Kesehatan rumah sakit yang terkait. Untuk mengetahui perhitungan naik kelas dan peraturan klaim BPJS Kesehatan lainnya bisa Anda baca artikel di blog ini.

    Baca juga : Perhitungan klaim JKN BPJS Kesehatan naik kelas perawatan di rumah sakit

    Sekian. Semoga Bermangfangat.

    Koding ICD Myoma Geburt

    Mioma (Myoma) uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpang (Fibromioma, leiomioma, atau fibroid).

    Mioma uteri digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka tumbuh sebagai berikut :

    Mioma intramural merupakan mioma yang paling banyak ditemukan. Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah, yaitu miometrium.

    Mioma subserosa merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis mioma ini bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam rongga peritoneum disebut wandering/parasitic fibroid  Ditemukan kedua terbanyak.

    Mioma submukosa merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma geburt. 

    Mioma Geburt (Geburt berasal dari bahasa Jerman yang berarti lahir). Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, luka dan infark.

    Mioma geburt merupakan jenis dari Mioma uteri sehingga untuk penyakit ini masuk dalam kategori kode ICD 10 - D26 Other benign neoplasms of uterus.

    D26 Other benign neoplasms of uterus.
    D26.0    Cervix uteri
    D26.1    Corpus uteri
    D26.7    Other parts of uterus
    D26.9    Uterus, unspecified

    Koding ICD kondisi suspect, gejala dan temuan abnormal dan situasi non-penyakit


    Dalam periode perawatan rawat inap coder harus berhati-hati tentang mengklasifikasikan diagnosa utama untuk Bab XVIII dan XXI. Jika diagnosis yang lebih spesifik belum ditentukan pada akhir episode rawat inap tinggal, atau jika benar-benar tidak ada penyakit atau cedera, maka kode dari
    Bab XVIII dan XXI diperbolehkan untuk digunakan (lihat juga Aturan MB3 dan MB5, bagian 4.4.3 dalam manual ICD 10) . Kategori ini juga dapat digunakan untuk episode lain dalam kategori kontak dengan pelayanan kesehatan.


    Jika, setelah episode perawatan kesehatan, diagnosis utama masih dicatat sebagai suspected, atau masih dipertanyakan, dan tidak ada informasi lebih lanjut atau klarifikasi dari dokter yang terkait, yang diduga (suspected) diagnosis harus dikode.

    Kategori Z03.-
    (Medical observation and evaluation for suspected diseases and conditions) observasi medis dan evaluasi untuk tersangka penyakit dan kondisi, berlaku untuk dugaan diagnosa yang dapat dikesampingkan setelah penyelidikan.

    Berikut beberapa contoh kasusnya :
     
    Diagnosis Utama : Suspected acute cholecystitis
    Diagnosis Sekunder : —
    Kesimpulan : Kode acute cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis Utama : Admitted for investigation of suspected malignant neoplasm of cervix - ruled out
    Mengakui untuk penyelidikan dugaan neoplasma ganas serviks - dikesampingkan.
    Kesimpulan : Kode  observation for suspected malignant neoplasm (Z03.1) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis Utama : Ruled out myocardial infarction
    Diagnosis Sekunder : —
    Kesimpulan : Kode observation for suspected myocardial infarction (Z03.4) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis Utama : Severe epistaxis
    Diagnosis Sekunder : —
    Pasien di rumah sakit satu hari. Tidak ada prosedur atau investigasi dilaporkan
    Kesimpulan : Kode untuk epistaksis (R04.0) sebagai diagnosis utama. Hal ini dapat diterima karena pasien jelas mengaku berurusan dengan darurat saja.
     
    Ketentuan tersebut diatas berdasarkan ICD-10 Second Edition, 2005, 4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding.

    Sekian, semoga bermangfangat.

    Tentang Fatwa Haram BPJS Kesehatan oleh MUI


    Info mengagetkan tentang fatwa haram MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang penyelengaraan BPJS Kesehatan. Bagaimana penilaian MUI tentang BPJS Kesehatan terpaparkan sebagai berikut:

    Pendapat MUI mengenai sistem penyelenggaran BPJS ini ada melalui hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V tahun 2015 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren at-Tauhidiyah Cikura Tegal Jawa Tengah pada tanggal 7 - 10 Juni 2015.
    • Program BPJS termasuk modus transaksional, khususnya BPJS Kesehatan dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah. Hal ini merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI) dan beberapa literatur secara umum belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.
    • Terlebih jika dilihat dari hubungan hukum atau akad. Di antaranya ketika terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan denda administratif sebesar 2 % per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.
    • Sementara keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu enam bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
    • Atas hal tersebut, MUI menyatakan penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak tidak sesuai dengan prinsip syariah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
      Gharar
      adalah keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain.
      Maisir secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
      Riba adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).
    • MUI juga mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah dan melakukan pelayanan prima.
    Sumber :
    http://news.okezone.com/read/2015/07/28/337/1186543/bpjs-haram-pemerintah-harus-ikuti-fatwa-mui

    Semoga kedepannya BPJS Kesehatan yang sesuai syariah dapat terwujud dan menjadi lebih baik, sehingga lebih banyak penderita penyakit yang dapat tertolong dengan program Jaminan Kesehatan Nasional ini. Amin.

    Koding ICD Kondisi Penyakit Akut dan Kronik


    Pengertian Akut dan Kronis
    Pengertian penyakit akut adalah jenis penyakit yang terjadi secara mendadak (secara tiba-tiba) dan kadang membutuhkan pertolongan segera serta biasanya menunjukkan gangguan yang serius. Tetapi juga ada sebagian penyakit akut yang tidak memerlukan penanganan segera. Istilah akut juga digunakan untuk menggambarkan rasa sakit (tingkat nyeri) yang hebat dan tajam. 

    Pengertian penyakit kronis adalah jenis penyakit yang terjadi menahun, penyakit yang telah berlangsung lama, terjadi berulang, terjadi perlahan-lahan dan makin serius. Pengobatan yang dilakukan juga membutuhkan waktu yang panjang. Kondisi kronik merupakan proses yang terjadi secara perlahan, makin lama makin parah berbahaya.

    Koding ICD Kondisi Akut dan Kronis
    Jika dimana sebuah kondisi utama dicatat sebagai penyakit akut (atau subakut) dan kronis secara bersamaan, dan ICD menyediakan kategori atau subkategori yang terpisah untuk masing-masing kondisi, tetapi tidak untuk kode kombinasi, kategori untuk kondisi akut harus digunakan sebagai diagnosis utama. Berikut contohnya :


    Diagnosis utama : Acute and chronic cholecystitis
    Diagnosis sekunder : —
    Kesimpulan : Pilih Kode acute cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosis utama. Kode untuk chronic cholecystitis (K81.1) dapat ditambahkan sebagai optional.

    Diagnosis utama : Acute exacerbation of chronic obstructive bronchitis
    Diagnosis sekunder : —
    Kesimpulan : pilih kode chronic obstructive pulmonary disease with acute exacerbation (J44.1) sebagai diagnosis utama selama ICD memberikan kode untuk kombinasi yang sesuai .

    Sekian, semoga bermangfangat.

    Sumber : Coding of acute and chronic conditions. ICD-10 Second Edition, 2005, 4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding.

    Koding ICD kondisi post procedural dan komplikasi


    Kategori kondisi post procedural dan komplikasi terdapat dalam ICD Bab XIX (T80-T88) mengenai komplikasi tertentu yang terkait dengan prosedur tindakan bedah dan tindakan lainnya, misalnya infeksi luka bedah, komplikasi mekanik alat implan, shock dll.

    Sebagian bab bodysystem juga mengandung kategori untuk kondisi yang terjadi baik sebagai konsekuensi dari prosedur dan teknik tertentu atau sebagai akibat dari pengangkatan organ, misalnya postmastectomy sindrom lymphoedema, post irradiation hipotiroidisme.

    Beberapa kondisi (misalnya pneumonia, emboli paru) yang mungkin timbul pada periode postprocedural tidak dianggap entitas yang unik, sehingga dikode dengan cara yang biasa, tapi kode tambahan opsional dari Y83-Y84 dapat ditambahkan untuk mengidentifikasi hubungan terhadap prosedur yang dilakukan.

    Ketika kondisi postprocedural dan komplikasi dicatat sebagai diagnosa utama, mengacu pengubah atau kualifikasi pada Indeks Abjad sangat penting untuk memilih kode yang benar.

    Berikut ini beberapa contoh kasusnya :

    Diagnosis utama : Hypothyroidism sejak thyroidectomy satu tahun yang lalu
    Diagnosis sekunder : —
    Spesialisasi : General medicine
    Kesimpulan : Kode postsurgical hypothyroidism (E89.0) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis utama : Excessive haemorrhage after tooth extraction
    Diagnosis sekunder : Pain
    Spesialisasi : Dentistry
    Kesimpulan : Kode haemorrhage resulting from a procedure (T81.0) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis utama : Postoperative psychosis after plastic surgery
    Diagnosis sekunder : —
    Spesialisasi : Psychiatry
    Kesimpulan : Kode psychosis (F09) sebagai diagnosis utama dan Y83.8 other specified surgical procedures [as the cause of abnormal reaction of the patient]) prosedur bedah lainnya yang ditentukan sebagai penyebab reaksi abnormal pasien, untuk menunjukkan hubungan postprocedural.

    Ketentuan tersebut diatas berdasarkan ICD-10 Second Edition, 2005, 4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding.

    Sekian, semoga bermangfangat.

    Koding ICD Diagnosis Kombinasi

    Dalam ICD 10 (International Classification of Disease) terdapat kategori tertentu dimana suatu kondisi diagnosis dengan  diagnosis lainnya saling terkait, kondisi ini dapat diwakili oleh satu kode ICD. Kategori kombinasi tersebut harus digunakan sebagai kondisi utama di mana informasi yang tepat dicatat. Dalam ICD bagian Indeks Abjad kombinasi diagnosis ditunjukkan dalam deskripsi dengan kata "with" yang tertera setelah lead term. Dua atau lebih kondisi diagnosis dicatat sebagai diagnosis utama mungkin terkait jika salah satu dari diagnosis dapat dianggap sebagai pengubah kata sifat yang lain. Berikut ini contoh kasusnya :    

    Diagnosis Utama : Renal failure
    Diagnosis Sekunder : Hypertensive renal disease
    Keseimpulan : Pilih kode  hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis Utama : Glaucoma secondary to eye inflammation
    Diagnosis Sekunder : —
    Kesimpulan : Pilih kode glaucoma secondary to eye inflammation (H40.4) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis Utama : Intestinal obstruction
    Diagnosis Sekunder : Left inguinal hernia
    Kesimpulan : Pilih kode unilateral or unspecified inguinal hernia, with obstruction, without gangrene (K40.3).

    Diagnosis Utama : Cataract. Insulin-dependent diabetes
    Diagnosis Sekunder : Hypertension
    Spesialis : Mata
    Kesimpulan : Pilih kode insulin-dependent diabetes with ophthalmic complications (E10.3†) and diabetic cataract (H28.0*) sebagai diagnosis utama.

    Diagnosis Utama : Non-insulin-dependent diabetes mellitus
    Diagnosis Sekunder : Hypertension, Rheumatoid arthritis, Cataract
    Kesimpulan : Pilih kode non-insulin-dependent diabetes without complications (E11.9) sebagai diagnosis utama. Perhatikan bahwa dalam contoh ini tidak ada keterkaitan katarak dengan diabetes karena keduanya tidak dicatat sebagai diagnosis utama.

    Referensi dari Coding of combination categories dalam ICD-10 Second Edition, 2005, 4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding.

    Perlukah Diagnosis Leukocytosis Dikode?

    Dalam pengkodingan diagnosis fraktur sering saya temui adanya diagnosis sekunder leukocytosis (leukositosis). Namun dalam klaim JKN BPJS Kesehatan diagnosis ini sering diminta verifikator BPJS Kesehatan untuk tidak diinputkan dalam software INACBG.

    Leukocytosis (Leukositosis) adalah jumlah sel darah putih (jumlah leukosit) di atas batas normal dalam darah. Hal ini sering tanda respon inflamasi, yang paling umum akibat dari infeksi, tetapi juga dapat terjadi infeksi parasit tertentu atau pada tumor tulang. Hal ini juga dapat terjadi setelah latihan berat, kejang seperti epilepsi, stres emosional, kehamilan dan persalinan (Wikipedia).

    Sebenarnya bagaimana ketentuan pengkodingan ICD mengenai diagnosis leuocytosis ini, saya pun mencari referensi, dan saya temukan diskusi dosen koding waktu kuliah dulu yang kebetulan membahas permasalahan ini. Dalam diskusi tersebut seseorang mengajukan pertanyaan kepada dosen saya dulu waktu kuliah (Pak Sis Wuryanto) berikut pertanyaannya :

    Verifikator selalu menginstruksikan bahwa diagnosa sekunder leukositosis (D72.8) untuk tidak diinput pada aplikasi INACBG. Berikut contoh kasusnya

    Kasus 1
    Diagnosis Utama : I61.9 Intracerebral haemorrhage, unspecified
    Diagnosis Sekunder : I10 Essential (primary) hypertension, D72.8 Leukosistosi, R50.9 (Fever, unspecified)

    Kasus  2
    Diagnosis Utama : R56.8 (other & unspecified convulsion)
    Diagnosis Sekunder : D72.8 Leukositosis

    Kasus 3
    Diagnosis Utama : J06.8 Other acute upper respiratory infections of  multiple sites
    Diagnosis Sekunder : E16.2 Hypoglycaemia, unspecified, D72.8 Leukosistosis

    Kasus 4
    Diagnosis Utama : B77.0 Ascariasis with intestinal complications
    Diagnosis Sekunder : A09 Other gastroenteritis and colitis of infectious and unspecified origin, E86 Volume Depletion, D72.8 Leukosistosis

    Kasus 5
    Diagnosis Utama : A09 Other gastroenteritis and colitis of infectious and unspecified origin
    Diagnosis Sekunder : E86 Volume Depletion, D53.9 Nutritional anaemia, unspecified, D72.8 Leukosistosis

    Dan berikut ini jawaban dari Pak Sis Wuryanto

    Memang leukocytosis itu hanya dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang menandakan jumlah leukosit yang abnormal, biasanya tinggi. Leukocytosis itu merupakan tanda dari suatu kondisi atau infeksi dalam tubuh pasien. Jadi belum diagnosis yang definitif (diagnosis belum pasti). Kalau sudah ada diagnosis yang ditetapkan, memang leukocytosis tidak perlu dikode.

    Catatan : 
    Diskusi diatas telah diedit untuk penyempurnaan bahasa,
    Rangkuman ini hanya untuk mempermudah referensi koding diagnosa.
    Mohon koreksi jika ada kesalahan atau ada hal yang kurang berkenan.
    Semoga bermangfangat

    Pertanyaan atau berdiskusi, silahkan melalui kolom komentar pada artikel yang terkait dengan topik permasalahan.

    ERROR - HALAMAN TIDAK TERSEDIA

    Copyright © Hakayuci